Ketentuan Praktek Dokter, Perawat, dan Apoteker menurut Peraturan Negara (Bagian 1)
Sebelum
kita membahas mengenai ketentuan praktek dokter, perawat, dan apoteker menurut
peraturan negara alangkah baiknya kita memahami terlebih dahulu mengenai negara
kita yang tercinta yaitu Negara Indonesia. Negara Indonesia sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 1 ayat 1
ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Pada perubahan ketiga
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat 3
tertulis bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Sebagai warga negara
yang baik, tentunya kita dalam beraktivitas terutama dalam bekerja harus
memahami dan mematuhi hukum yang berlaku di negara kita ini.
Negara
kita telah mengatur pembagian tugas dan wewenang antara dokter, perawat, dan
apoteker baik melalui Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, ataupun melalui
Peraturan Menteri. Tentunya kita sebagai warga negara yang baik harus
mengetahui, memahami, dan mematuhi peraturan yang menyangkut dengan profesi
kita masing-masing yang telah dibuat oleh negara.
Mengenai
praktik kedokteran, telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam Undang-Undang tersebut
pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa “Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan
upaya kesehatan.” Yang dimaksud dengan dokter dan dokter gigi pada pasal 1 ayat
2 dijelaskan “Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter
gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran
gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik
Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Pada
pasal 3 tentang Praktik Kedokteran tertuang bahwa pengaturan praktik kedokteran
bertujuan untuk: a) memberikan perlindungan kepada pasien, b) mempertahankan
dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter
gigi, dan c) memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter
gigi. Pada pasal 29 dinyatakan bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang
melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi
dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.
(Baca juga: 7 Trik Jitu Meningkatkan Daya Ingat)
Wewenang
dokter tertuang dalam pasal 35 ayat 1 dan 2 di dalam Undang-Undang tentang
Praktik Kedokteran. Pasal 35 dinyakatan bahwa:
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran
sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
c. menentukan pemeriksaan penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan penatalaksanaan dan
pengobatan pasien;
f. melakukan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi;
g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. menerbitkan surat keterangan dokter
atau dokter gigi;
i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis
yang diizinkan; dan
j. meracik dan menyerahkan obat kepada
pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kewenangan lainnya diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia.
Di dalam Undang-Undang tentang Praktik
Kedokteran juga telah diatur mengenai surat izin praktik. Pasal 36 dinyatakan
bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki surat izin praktik. Ketentuan lebih lanjut mengenai
surat izin praktik kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri sebagaimana yang
diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
pasal 38 ayat 3. Peraturan Menteri yang dimaksud adalah Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik
dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik
dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran pasal 1 ayat 4 berbunyi “Surat Izin Praktik,
selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang diberikan dinas kesehatan
kabupaten/kota kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik
kedokteran setelah memenuhi persyaratan.” Pasal 3 ayat 1 tertulis “SIP bagi
Dokter dan Dokter Gigi dapat berupa SIP dokter, SIP dokter gigi, SIP dokter
spesialis, dan SIP dokter gigi spesialis.” Dalam Permenkes tersebut juga diatur
mengenai SIP dokter peserta program internsip pada pasal 3 ayat 2 bahwa “SIP
bagi dokter peserta program internsip berupa SIP Internsip dengan kewenangan
yang sama dengan dokter.”
(Baca juga: Ini Akibat Malas Mencuci Tangan)
Permenkes Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011
juga telah mengatur mengenai praktik kedokteran yang tidak memerlukan SIP
sebagaimana yang terdapat pada pasal 7:
1) Dokter dan Dokter Gigi yang telah
memiliki SIP yang memberikan pelayanan kedokteran atau memberikan konsultasi
keahlian dalam hal:
a. diminta oleh suatu fasilitas pelayanan
kesehatan dalam rangka pemenuhan pelayanan kedokteran yang bersifat khusus,
yang tidak terus menerus atau tidak berjadwal tetap;
b. dalam rangka melakukan bakti
sosial/kemanusiaan;
c. dalam rangka tugas kenegaraan;
d. dalam rangka melakukan penanganan
bencana atau pertolongan darurat lainnya;
e. dalam rangka memberikan pertolongan
pelayanan kedokteran kepada keluarga, tetangga, teman, pelayanan kunjungan
rumah dan pertolongan masyarakat tidak mampu yang sifatnya insidentil;
tidak
memerlukan SIP di tempat tersebut.
2) Pemberian pelayanan kedokteran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d harus
diberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan oleh institusi penyelenggaranya.
Masa
berlaku SIP juga telah diatur dalam Permenkes tersebut. Pada pasal 13 ayat 1
tertulis “SIP dokter, SIP dokter gigi, SIP dokter spesialis, dan SIP dokter
gigi spesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berlaku untuk 5
(lima) tahun.”
Cukup
sekian dulu artikel mengenai “Ketentuan Praktek Dokter, Perawat, dan Apoteker
menurut Peraturan Negara (Bagian 1)” yang baru membahas mengenai ketentuan
praktek dokter. Artikel mengenai ketentuan praktek perawat dan apoteker menurut
peraturan negara akan dibahas pada bagian yang selanjutnya.